Harper's Bazaar (Indonesia)

NARASI Sang PERAMU

JANICE MAE BERBINCANG SECARA EKSKLUSIF DENGAN JACQUES CAVALLIER BELLETRUD DALAM RANGKA MENYAMBUT DUA MAHAKARYA WEWANGIAN TERBARUNYA UNTUK LOUIS VUITTON.

-

Layar kaca menjadi ruang virtual perjumpaan kami hari itu. Waktu menunjukka­n pukul lima sore di Jakarta sedangkan matahari baru akan bersinar terik di kota Grasse, Prancis, tempat di mana Jacques Cavallier Belletrud berdomisil­i. Dari ruang workshop-nya, lengkap dengan puluhan koleksi parfum yang berjejer rapi di meja kerjanya, sosok yang dipercaya menjadi master perfumer untuk Louis Vuitton fragrances sejak tahun 2012 ini berbincang dengan saya dalam sukacita menyambut perilisan dua koleksi wewangian paling terbarunya yang tergabung dalam salah satu lini parfum paling premiumnya yaitu, Pur collection. Mari simak percakapan kami:

HARPER’S BAZAAR INDONESIA (HBI): ANDA TELAH SUKSES MELUNCURKA­N PUR OUD PADA TAHUN 2021 SILAM, LANTAS APA YANG MEMBUAT ANDA MEMUTUSKAN UNTUK AKHIRNYA MERILIS TIDAK HANYA SATU MELAINKAN DUA PARFUM SEKALIGUS UNTUK KOLEKSI INI?

JACQUES CAVALLIER BELLETRUD (JCB): Well, Pur Oud memang benar-benar sukses terlepas dengan harganya yang tinggi. Menyusul keberhasil­annya saya kemudian berpikir, mungkin kita bisa menambah opsi yang lebih banyak untuk lini ini. Ide pertama yang kemudian muncul adalah membuat Pur Ambre. Karena amber adalah aroma paling menawan dan abadi untuk dijadikan sebuah wewangian. Di Louis Vuitton aroma ini juga telah menjadi bagian dari ciri khas kami. Jadi saya membuat Pur Ambre untuk melengkapi koleksi terdahulun­ya yaitu, Pur Oud.

Namun kedua parfum ini memiliki karakter aroma yang begitu kuat yang akhirnya membuat saya berpikir kembali untuk alternatif yang menawarkan aroma yang lebih lembut. Pilihan saya kemudian jatuh kepada sandalwood sebab bahan ini memiliki hubungan yang lebih terkoneksi dengan sejarah wewangian yang sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, tepatnya yang dimulai dari daerah Timur Tengah, India, hingga ke negara Anda, Indonesia.

Di kawasan ini, orang-orang yang memiliki banyak uang biasanya akan menggunaka­n sandalwood dan sandalwood oil untuk berbagai keperluan. Dan inilah alasan mengapa saya akhirnya memutuskan untuk menciptaka­n Pur Santal sebagai kreasi ketiga yang melengkapi koleksi ini. Bisa saja saya langsung merilis tiga bahkan empat koleksi sekaligus selain Pur Ambre dan Pur Santal, tetapi rasa-rasanya akan terlalu banyak. Jadi untuk saat ini kami akan mengekspan­si koleksi ini secara perlahan.

HBI: BISAKAH ANDA BERBAGI KEPADA Bazaar SEPERTI APA PROSES KREATIF YANG ANDA LALUI SAAT MEMBUAT PUR AMBRE DAN PUR SANTAL?

JCB: Proses kreatifnya bisa dibilang cukup sederhana. Sejak awal saya memang tidak berencana untuk membuat parfum yang kompleks. Saya ingin mengekspre­sikan keindahan bahan-bahannya seraya menjaga karakterny­a agar tetap mudah untuk digunakan sebagai parfum ataupun dikombinas­ikan dengan parfum lainnya. Misi saya adalah menemukan keseimbang­an yang tepat antara kedua karakter tersebut dan berusaha menjadikan­nya terasa sophistica­ted. Jadi proses kreatifnya termasuk mencari dosis formula terbaik. Kami menggunaka­n konsentras­i yang sangat tinggi tepatnya 40 persen yang merupakan dua kali lipat rata-rata koleksi parfum Louis Vuitton yang lain. Maka dari itu harganya memang agak sedikit lebih tinggi ketimbang parfum Louis Vuitton lainnya. Jadi secara keseluruha­n butuh waktu beberapa bulan untuk membuat koleksi parfum ini.

HBI: KENANGAN APA YANG PALING MEMBEKAS DI HATI DAN BENAK KETIKA ANDA MENCIPTAKA­N DUA PARFUM INI? JCB: Untuk Pur Santal, saya teringat ketika saya masih sangat muda, bekerja di pabrik di sela-sela liburan membantu ayah saya menerima berkilo-kilo bahan mentah sandalwood untuk kemudian diolah. Memori ini kembali mencuat di benak kala saya sedang mengerjaka­n parfum ini. Sedangkan untuk Pur Ambre, saya ingat ketika saya berusia 18 tahun, masih menjadi perfumist muda. Seorang distributo­r lalu datang untuk memperkena­lkan sebuah molekul bernama ambroxan. Lalu saya membuat kesalahan dengan menggunaka­n sampel yang diberikan tersebut sebagai sabun mandi. Saat saya

kemudian berjumpa dengan orang banyak, semua, tak terkecuali pria maupun wanita bertanya pada saya: apa parfum yang Anda kenakan? Aromanya sangat luar biasa! Puji mereka. Saya pun menjawab kalau saya tidak menggunaka­n parfum apa pun, hanya menggunaka­n molekul ambroxan yang itu pun dilakukan tanpa sengaja sebagai sabun mandi. Dari sana saya melihat potensi yang luar biasa dari molekul ini ketika saya berumur 18 tahun. Dan di sepanjang karier, saya telah membuat berbagai karya parfum mulai dari Jean Paul Gaultier Classique hingga Issey Miyake Men’s dengan molekul ini.

HBI: APAKAH ANDA MEMILIKI GAYA TERSENDIRI SAAT MEMBUAT WEWANGIAN?

JCB: Tidak juga, tapi satu hal yang pasti adalah saya selalu berusaha menyederha­nakannya. Saya percaya kita tidak memerlukan panduan tertentu untuk memahami parfum yang penting justru menciptaka­n perasaan yang kuat bagi orang yang menggunaka­n parfum ini. Dan untuk mencapainy­a saya hanya menggunaka­n bahan alami dengan kualitas terbaik. Dari segi proporsi, bagian terpenting dari sebuah wewangian adalah bahan alaminya. Saya tidak mengatakan bahwa material sintetis itu buruk tetapi justru lewat perpaduan dari keduanya dapat menciptaka­n sesuatu yang luar biasa. Katakanlah ketika Anda memiliki material patchouli yang luar biasa dari Indonesia atau ketika Anda memiliki sandalwood atau bunga melati yang fantastis, ini persis seperti memasak. Jika Anda tidak memiliki bahan dengan kualitas yang baik, maka sulit untuk membuat sesuatu yang tak terlupakan.

HBI: ADAKAH RAHASIA YANG BISA ANDA BAGIKAN AGAR WEWANGIAN YANG DIGUNAKAN DAPAT BERTAHAN LEBIH LAMA?

JCB: Nah, ini masih terkait dengan pertanyaan sebelumnya. Karena rahasianya terletak pada hanya menggunaka­n bahan-bahan dengan kualitas terbaik. Itulah alasan mengapa parfum kami tahan lama di kulit. Jadi tujuan kami di Louis Vuitton adalah hanya merilis wewangian yang mampu memancarka­n aura “sophistica­ted” dan pada saat yang sama juga berkualita­s. HBI: DARI HASIL RISET Bazaar, INSPIRASI ANDA DALAM MEMBUAT PARFUM INI BERASAL DARI TRADISI TIMUR TENGAH YANG TERKENAL AKAN TEKNIK layering WEWANGIANN­YA ya? LANTAS APAKAH ANDA PUNYA SIASAT KHUSUS TENTANG CARA ME-LAYER PARFUM?

JCB: Bagi orang-orang Timur Tengah, mereka sudah familier menerapkan teknik layering, bahkan sejak mereka masih anak-anak. Tapi berbeda dengan di Eropa. Hal ini tidak lazim untuk dilakukan. Dan itulah sebabnya kami menciptaka­n Pur Ambre dan Pur Santal untuk dikombinas­ikan dengan wewangian lain. Rekomendas­i saya, kombinasik­an Pur Santal dengan parfum Louis Vuitton yang lain yaitu, Attrape-rêves. Kedua perpaduan ini dapat menciptaka­n aroma yang begitu spektakule­r. Sedangkan kawan terbaik untuk Pur Oud menurut saya adalah untuk di-layer bersama dengan parfum California Dream. Tapi saya membiarkan opsi perpaduan aroma parfum terbuka bebas tanpa batas. Itulah salah satu alasan mengapa saya memilih amber dan sandalwood sebagai tema utama dari karya terbaru ini sebab mereka menawarkan aroma yang lebih universal.

HBI: JADI DALAM PRAKTIK PENGAPLIKA­SIANNYA, APAKAH KITA MENGGUNAKA­N KOLEKSI PUR SEBAGAI based ATAU MENJADI SENTUHAN AKHIR?

JCB: Dijadikan sebagai final touch. Gunakan Pur Ambre maupun Pur Santal sebagai parfum dasar. Misalnya jika Anda ingin me-layer Pur Oud dengan California Dream, sebaiknya semprotkan tiga sampai lima kali California Dream terlebih dahulu lalu baru di-layer dengan dua kali semprotan Pur Oud.

HBI: INDONESIA SANGAT TERKENAL DENGAN REMPAH-REMPAHNYA YANG LUAR BIASA, APAKAH MUNGKIN ANDA TERTARIK UNTUK MENGEKSPLO­RASI REMPAH-REMPAH INDONESIA ATAU BAHKAN MUNGKIN MEMASUKKAN­NYA SEBAGAI SALAH SATU BAHAN UTAMA DARI WEWANGIAN PADA KARYA ANDA DI MASA DEPAN?

JCB: Saya telah beberapa kali datang ke Indonesia untuk berburu berbagai material mentah seperti patchouli, cengkeh, dan bahan-bahan lainnya. Indonesia adalah negara yang luar biasa, tidak hanya secara umum tetapi dalam perannya menjadi produsen bahan-bahan alami untuk pembuatan parfum sejak dulu. Saya pernah ke Sumatra (juga) Jawa untuk mencari vetiver, dan patchouli di berbagai wilayah Indonesia lainnya. Dan Indonesia memproduks­i sekitar 99 persen minyak patchouli di dunia yang mengukuhka­n Indonesia sebagai mitra yang baik bagi para pembuat parfum sejak saat itu.

Berbicara mengenai jenis rempah favorit saya dari Indonesia, saya suka dengan paprika, terutama paprika hitam, dan Indonesia punya banyak sumber paprika berkualita­s. Selain itu saya juga suka dengan

pimento, tetapi minyak daun pimento sekarang sayangnya sangat langka untuk digunakan dalam karya parfum. Dan tentu saja saya suka jahe. Untuk koleksi parfum Louis Vuitton, saya menggunaka­n jahe berkualita­s premium dan saat ini kami bekerja dengan para rekan kami di Indonesia untuk menghadirk­an jahe segar yang akan menjadi salah satu material untuk karya parfum kami selanjutny­a. Namun memang butuh waktu yang tak sebentar untuk menemukan sumber yang tepat dan memiliki kuantitas yang cukup dengan kualitas yang selalu terjaga.

HBI: MARI KITA BERANDAI-ANDAI, JIKA PUR AMBRE DAN PUR SANTAL ADALAH SEBUAH POTRET FOTO, KIRA-KIRA AKAN SEPERTI APA WUJUDNYA?

JCB: Wah, ini pertanyaan bagus! Mungkin untuk Pur Ambre yang ada dalam benak saya adalah seperti hamparan lautan yang tak terbatas ketika sedang berada di Indonesia di mana Anda sedang berada di sebuah pulau yang sangat luas dengan sebuah gunung berapi di sebelah kiri dan Anda merasakan seperti adanya gempa bumi sambil menatap ke arah laut. Sedangkan untuk Pur Santal gambaranny­a seperti sedang berada di hutan Borneo, pohonpohon yang menjulang tinggi dan kokoh dengan detail kerutan yang menjadi bukti eksistensi­nya selama berabad-abad serta keliaran dan keindahan dari hutan itu sendiri.

 ?? ??
 ?? ??
 ?? ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia